Senin, 19 November 2012

PENGERTIAN & CONTOH DARI KONSUMEN INNOVATIVENESS, CONSUMER COMPULISIVE CONSUMPTION, DAN CONSUMER ETHNORCENTRISM



PENGERTIAN & CONTOH DARI KONSUMEN INNOVATIVENESS, CONSUMER COMPULISIVE CONSUMPTION, DAN CONSUMER ETHNORCENTRISM

CONSUMER INNOVATIVENESS
Para pemasar seringkali berusaha untuk mempelajari perilaku dari para consumer innovators, yaitu mereka yang selalu menjadi yang pertama untuk mencoba hal-hal baru baik barang, jaa maupun kegiatan-kegiatan baru. Tanggapan dari para innovator ini seringkali merupakan gambaran mengenai akan sukses atau tidaknya suatu produk dipasaran.
Beberapa karakteristik yang menentukan apakah konsumen seorang innovator atau bukan, antara lain berikut ini.
a.  Tingkat keinovatifan
Tingkat keinovatifan konsumen dapat diukur menggunakan instrument yang dibentuk oleh para peneliti, yang bersifat fleksibel dalam domain kajiannya, misalnya untuk diterapkan pada kategori produk yang luas(personal computer), subkategori produk (computer jenis notebook) ataupun tipe produk (computer notebook mini beratnya 3 pound).
b.  Dogmatisme
Dogmatisme merupakan karakteristik manusia yang mengukur kekakuan atau rigidity dan keterbukaan yang ditunjukkan konsumen terhadap informasi atau hal-hal baru yang kurang familiar atau yang tidak sesuai dengan system keyakinan mereka. Konsumen dengan dogmatis tinggi akan sulit menerima hal-hal yang tidak familiar dengan mereka. Penerimaan akan dilakukan dengan rasa tidak nyaman dan tidak psti, sedangkan konsumen dengan tingkat dogmatis merendah akan memiliki sikap terbuka terhadap hal-hal yang kurang familiar atau tidak sesuai dengan system keyakinan mereka.
Implikasi tingkat dogmatisme yang dianut oleh konsumen pada dunia pemasaran adalah konsumen dengan tingkat dogmatisme tinggi seringkali dianggap sebagai konsumen dengan pandangan tertutup dan biasanya memilih produk yang sudah lama ada, bukan produk-produk inovatif. Hal ini bertolak belakang dengan konsumen dengan tingkat dogmatisme rendah (berpandangan terbuka) yang lebih memilih produk-produk inovatif daripada produk-produk tradisional. Oleh karena itu, dalam aspek komunikasi juga dibedakan antara konsumen yang memiliki tingkat dogmatisme rendah dan yang tinggi.
c.    Karakter sosial
Karakter sosial merupakan karakteristik seseorang yang meliputi 2 titik ekstrem yaitu inner-directednessdan other-directedness. Istilah yang pertama berarti konsumen cenderung menggunakan nilai-nilai maupun keyakinan dalam dirinya sendiri dalam mengevaluasi produk, sedangkan other-directedness mencerminkan karakteristik konsumen yang lebih mempertimbangkan nilai-nilai atau petunjuk dari orang lain mengenai apa yang benar dan apa yang salah dalam mengevaluasi produk. Biasanya konsumen yang memiliki karakter inner-directedness memiliki kemungkinan yang lebih besar dari pada other-directedness untuk mengevaluasi suatu produk.
Dalam strategi komunikasi, konsumen dengan inner-directedness cenderung menyukai iklan yang memuat pesan-pesan mengenai kegunaan produk, fitur-fiturnya maupun keuntungan dari penggunaan produk tersebut, sedangkan konsumen dengan other-directedness cenderung lebih menyukai iklan yang menekankan pada citra yang ditampilkan oleh produk, penerimaan oleh masyarakat apabila menggunakan produk tersebut, dan lain sebagainya. Pada dasarnya, konsumen dengan other-directedness lebih mudah untuk dipengaruhi dalam perilaku pembeliannya karena mereka sangat peduli dengan apa yang dianggap benar atau salah oleh pihak lain.

Contoh Kasus Consumer Innovativeness
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif dan studi kasus, pada industri pengolahan rotan PT. Fairco Agung Kencana pada bulan Januari sampai dengan Maret 2004. Data yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Teknik pengambilan contoh (responden) dilakukan secara sengaja (purposive). Data hasil penilaian responden terhadap indikator komponen teknologi dan indikator kemampuan teknologi diolah dengan analisis Gap, dengan melihat perbedaan nilai pengamatan dan nilai yang diharapkan perusahaan dari kedua indikator tersebut. Sedangkan dalam menentukan alternatif strategi yang dilakukan di hitung dengan menggunakan PHA ( Proses Hirarki Analitik).
Berdasarkan hasil penelitian, tingkat kecanggihan perangkat komponen teknologi sudah sesuai dengan yang diharapkan perusahaan, Pada pengkajian komponen technoware, yang harus diperhatikan adalah pada tahapan QC amplas, sedangkan pada komponen Humanware yang lebih diperhatikan adalah manajer dan maintenance karena pada pada level tersebut bertugas sebagai penunjuk pelaksana di lapangan. Pada komponen Inforware yang lebih diperhatikan adalah tingkat pembelian dan peningkatan informasi, sedangkan komponen Orgaware gap terbesar terdapat pada divisi litbang dan pada struktur organisasinya. Sedangkan kemampuan teknologi, yang harus diperhatikan pada kemampuan Operatif, Akuisitif, dan Inovatif, gap yang diperoleh sebesar -1.

CONSUMER COMPULSIVE CONSUMPTION
Perilaku Konsumsi yang Kompulsif Konsumsi yang kompulsif termasuk perilaku yang abnormal yang merupakan contoh ”sisi gelap konsumsi”. Para konsumen yang kompulsif cenderung kecanduan; dalam beberapa hal mereka tidak dapat mengendalikan diri, dan tindakan mereka dapat berakibat merusak diri sendiri dan orang-orang di sekeliling mereka.

Contoh Kasus Consumer Compulsive Consumption
Contohnya pada jeansLevi’s 501 adalah dapat diandalkan dan kuat, sejati dan asli, dan orang Amerikadan orang Barat. Citra merek yang mirip kepribadian seperti itu mencerminkan visi konsumen mengenai intisari dari berbagai merek produk konsumen yang kuat.Personifikasi MerkPersonifikasi merek yaitu berusaha menuangkan kembali persepsi konsumen mengenaisifat-sifat produk atau jasa ”karakter manusiawi”. Banyak konsumen yang menyatakan perasaan diri mereka mengenai produk atau merek menurut kepribadian yang mereka kenal. Mengenali hubungan kepribadian merek konsumen sekarang ini atau menciptakan hubungan kepribadian untuk produk baru merupakan tugas pemasaran yang penting. Mr. Coffee, merek alat pembuat kopi yang populer dan menetes secara otomatis menggambarkan hubungan konsumen-merek. Para konsumen menyebut Mr.Coffee seolah-olah produk tersebut adalah seseorang. Jadi Mr.Coffee dipandang sebagai seseorang yang dapat diandalkan, bersahabat, efisien, cerdas, dan hebat. Ada lima dimensi yang menentukan kepribadian merek yaitu ketulusan, kegairahan, kemampuan, kecanggihan, dan kekuatan, dan segi-segi kepribadian yang mengalir dari tiap dimensi seperti ketulusan hati, keberanian, cerdas, dan luwes. Kerangka inI cenderung menampung berbagai kepribadian merek yang dikejar oleh berbagai produk konsumen.Kepribadian Produk Dan Gender Kepribadian produk atau pesona sering melengkapi produk atau merek dengan gender. Pemberian gender sebagai bagian dari gambaran kepribadian produk sesuai sekalidengan realitas pasar bahwa produk dan jasa, pada umumnya dipandang oleh konsumen mempunyai gender. Misalnya kopi dan pasta gigi merupakan produk maskulin, sedangkan sabun mandi dan shampo dipandang sebagai produk feminin.Kepribadian Dan Warna Konsumen tidak hanya mengaitkan sifat-sifat kepribadian ke produk dan jasa tetapi mereka juga cenderung menghubungkan berbagai faktor kepribadian ke berbagai warna khusus.

CONSUMER ETHNOCENTRIM
Konsumen dengan etnosentrisme tinggi akan cenderung memiliki perasaan bersalah apabila mengonsumsi produk dari luar negeri karena berakibat buruk pada perekonomian bangsanya sendiri. Adapun konsumen dengan etnosentrisme rendah tidak merasakan hal tersebut. Implikasinya bagi pemasar adalah penggunaan penekanan pada aspek kebangsaan dalam penggunaan produk dalam negeri bagi konsumen dengan tingkat etnosentrisme tinggi.
Etnosentrisme konsumen berasal dari konsep psikologis yang lebih umum dari etnosentrisme. Pada dasarnya, orang etnosentris cenderung memandang kelompok mereka sebagai superior dari orang lain. Dengan demikian, mereka memandang kelompok lain dari perspektif mereka sendiri, dan menolak orang-orang yang berbeda dan menerima orang-orang yang mirip (Netemeyer et al, 1991;. Shimp & Sharma, 1987). Hal ini, pada gilirannya, berasal dari teori-teori sosiologi sebelumnya di-kelompok dan keluar-kelompok (Shimp & Sharma, 1987). Etnosentrisme, maka secara konsisten ditemukan, adalah normal untuk kelompok-ke-keluar kelompok (Jones, 1997, Ryan & Bogart, 1997).
Etnosentrisme konsumen khusus mengacu pada pandangan etnosentris yang diselenggarakan oleh konsumen di satu negara, dalam kelompok, terhadap produk dari negara lain, keluar-kelompok (Shimp & Sharma, 1987). Konsumen mungkin percaya bahwa itu tidak tepat, dan bahkan mungkin tidak bermoral, untuk membeli produk-produk dari negara lain.
Pembelian produk asing dapat dipandang sebagai tidak layak karena biaya pekerjaan domestik dan melukai ekonomi. Pembelian produk asing bahkan dapat dilihat sebagai hanya patriotik (Klein, 2002; Netemeyer et al, 1991;. Sharma, Shimp, & Shin, 1995; Shimp & Sharma, 1987).

Contoh Kasus Consumer Ethnocentrism
Mudahnya ketika saya dan Metta sedang makan siang dengan kecap, di mana orang-orang Indonesia suka kecap, beberapa teman Taiwan memperhatikan kami, dan beberapa berkata,  aneh. Saya diam, dan kesimpulan yang saya ambil hanya satu, “orang2 Taiwan tidak makan dengan kecap, atau kecap tidak biasa dimakan dengan nasi.” saya tidak sampai hati bilang orang Taiwan aneh karena kami makan dengan kecap, karena toh apa bedanya saya dengan mereka pada akhirnya?
Sama dengan kebiasaan mandi pagi hari yang jarang dilakukan orang Taiwan. Awalnya saya kaget, tapi dengan itu saya belajar kedepannya, hanya karena saya mandi setiap pagi bukan berarti tidak mandi itu aneh. Karena seandainya saya bilang hal itu aneh, apalagi namanya kalau bukan meninggikan diri sendiri dan menganggap semua yang tidak sama adalah lebih rendah? 
Sumber :

Senin, 22 Oktober 2012

EVALUASI ALTERNATIF SEBELUM DAN SETELAH PEMBELIAN


EVALUASI ALTERNATIF SEBELUM DAN SETELAH PEMBELIAN


Philip kotler mengemukakan, “Konsumen mempelajari merek-merek yang tersedia dan ciri-cirinya. Informasi ini digunakan untuk mengevaluasi semua alternatif yang ada dalam menentukan keputusan pembeliannya”(1998:170).
Menurut Sutisna, “Setidak-tidaknya ada dua kriteria evaluasi alternatif. Pertama adalah manfaat yang diperoleh dengan membeli produk. Kedua, kepuasan yang diharapkan”(2001:22).
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, ketika berbagai alternatif telah diperoleh, konsumen melakukan evaluasi alternatif. Evaluasi altenatif tersebut, dalam keberadaanya ditentukan oleh keterlibatan konsumen dengan produk yang akan dibelinya.

Evaluasi Alternatif
Konsumen memproses informasi dari beberapa informasi dan membuat pertimbangan untuk memuaskan kebutuhan, konsumen mencari manfaat produk dan memandang produk sebagai suatu rangkaian atribut, atribut yang menonjol dianggap penting Pemasar perlu menjelaskan manfaat produk dan menentukan atribut yang menonjol Keputusan Pembelian Konsumen membentuk satu maksud pembelian, ada 2 faktor;
    1. Sikap/ pendirian orang lain
    2. Situasi yang tidak diantisipasi
  1. Proses Pengambilan Keputusan Pada Konsumen
Setelah konsumen menerima pengaruh dalam kehidupannya maka mereka sampai pada keputusan membeli atau menolak produk. Pemasar dianggap berhasil kalau pengaruh-pengaruh yang diberikannya menghasilkan pembelian dan atau dikonsumsi oleh konsumen. Keputusan konsumen, tingkatan-tingkatan dalam pengambilan keputusan, serta pengambilan keputusan dari sudut pandang yang berbeda bukan hanya untuk menyangkut keputusan untuk membeli, melainkan untuk disimpan dan dimiliki oleh konsumen.
  1. Konsep Keputusan
Keputusan adalah suatu pemilihan tindakan dari dua atau lebih pilihan alternatif. Bila seseorang dihadapkan pada dua pilihan, yaitu membeli dan tidak membeli tapi memilih membeli, maka dia ada dalam posisi membuat keputusan. Dalam proses pengambilan keputusan, konsumen harus melakukan pemecahan masalah dalam kebutuhan yang dirasakan dan keinginannya untuk memenuhi kebutuhan dengan konsumsi produk atau jasa yang sesuai. Tiga tingkatan dalam pemecahan ini;
  1. Pemecahan masalah yang mensyaratkan respons yang rutin.
  2. Pemecahan masalah dengan proses yang tidak berbelit-belit (terbatas).
  3. Pemecahan masalah yang dilakukan dengan upaya yang lebih berhati-hati dan penuh pertimbangan (pemecahan masalah yang intensif).

Aspek-aspek pemilihan keputusan
Produk yang murah
Produk yang lebih mahal
Pembelian yang sering
Pembelian yan jarang
Keterlibatan rendah
Keterlibatan tinggi
Kelas produk dan merek kurang terkenal
Kelas produk dan merek terkenal
Pembelian dengan pertimbangan dan pencarian yang kurang matang
Pembelian dengan pertimbangan dan pencarian intensif

C. Analisis Pengambilan Keputusan oleh Konsumen

Ada tiga sudut pandang dalam menganalisis pengambilan keputusan konsumen :

1. Sudut Pandang Ekonomis
    Konsumen sebagai orang yang membuat keputusan secara rasional, yang mengetahui semua alternatif produk yang tersedia dan harus mampu membuat peringkat dari setiap alternatif yang ditentukan dipertimbangkan dari kegunaan dan kerugiannya serta harus dapat mengidentifikasikan satu alternatif yang terbaik, disebut economic man. 

2. Sudut Pandang Kognitif
Konsumen sebagai kognitif man atau sebagai problem solver. Kosumen merupakan pengolah informasi yang selalu mencari dan mengevaluasi informasi tentang produk dan gerai. Pengolah informasi selalu berujung pada pembentukan pilihan, terjadi inisiatif untuk membeli atau menolak produk. Cognitive man berdiri di antara economic man dan passive man, seringkali cognitive man punya pola respon terhadap informasi yang berlebihan dan seringkali mengambil jalan pintas, untuk memenuhi pengambilan keputusannya pada keputusan yang memuaskan. 

3. Sudut Pandang Emosianal
Menekankan emosi sebagai pendorong utama, sehingga konsumen membeli suatu produk. Favoritisme buktinya seseorang berusaha mendapatkan produk favoritnya, apapun yang terjadi. Benda-benda yang menimbulkan kenangan juga dibeli berdasarkan emosi. Anggapan emotional man itu tidak rasional adalah tidak benar. Mendapatkan produk yang membuat perasaannya lebih baik merupakan keputusan yang rasional.




D. Evaluasi Setelah Pembelian
  1. Input
    Komponen input merupakan pengaruh eksternal sebagai sumber informasi tentang produk tertentu yang mempengaruhi nilai yang berhubungan dengan produk, sikap dan perilaku konsumen.
  1. Input Pemasaran, 
aktivitas pemasaran yang merupakan usaha langsung untuk menjangkau, menginformasikan, dan membujuk konsumen agar membeli dan menggunakan produk tertentu. Usaha melalui 4P, yaitu Product, Price, Place, Promotion.
  1. Pengaruh Sosial Budaya,
membujuk konsumen karena adanya lingkungan sosial budaya seperti keluarga, sumber informal, sumber non komersial, kelas sosial, budaya dan sub budaya.
  1. Proses
    Merupakan tahap yang memfokuskan pada cara konsumen mengambil keputusan. Berbagai faktor psikologis yang melekat pada setiap individu, mempengaruhi input dari luar pada tahap input mempengaruhi pengenalan konsumen terhadap kebutuhan, pencarian informasi sebelum pembelian, dan evaluasi terhadap berbagai alternatif.
  1. Sadar akan kebutuhan, 
konsumen menyadari akan adanya kebutuhan ketika menghadapi suatu masalah. Pencarian pra beli, konsumen berada pada tingkatan ini jika ia memerlukan informasi yang akan digunakan sebagai dasar menentukan pilihan produk.
  1. Evaluasi terhadap alternative, 
konsumen cenderung menggunakan dua tipe informasi, yaitu: Mengetahui merek yang konsumen rencanakan untuk digunakan dalam memilih dan kriteria yang akan digunakan untuk mengevaluasi tiap-tiap merek.
  1. Output
    Dua macam kegiatan pasca keputusan yang saling berhubungan, yaitu:
- Perilaku beli
- Evaluasi pasca beli

Perilaku Setelah Pembelian
  1. Setelah pembelian, konsumen akan mengalami:
    • Kepuasan
    • Ketidakpuasan
  2. Kepuasan/ ketidakpuasan akan mempengaruhi perilaku selanjutnya Pemasar perlu mengambil langkah untuk mengurangi ketidakpuasan dengan komunikasi Kepuasan
  3. Perbandingan antara harapan dan kinerja/ kenyataan
    • Harapan > Kinerja à KECEWA
    • Harapan = Kinerja à PUAS
    • Harapan < Kinerja à SANGAT PUAS

Jenis-jenis situasi dalam proses pengambilan keputusan konsumen:
  1. Situasi Komunikasi: situasi pada waktu konsumen menerima informasi, mempengaruhi perilaku konsumen. Bila konsumen sedang membutuhkan produk, maka dia akan berada dalam situasi yang kondusif untuk menerima informasi itu dan membentuk persepsi yang penting tentang produk. Apabila seseorang baru saja mengetahui bahwa dia gagal dalam ujiannya, dia tidak akan memperhatikan komunikasi pemasaran yang sedang berlangsung.
  2. Situasi Pembelian: situasi dapat pula mempengaruhi situasi pembelian. Bila seseorang berbelanja sendiri, dia tidak akan melakukan banyak pencarian informasi, seperti apabila dia pergi dengan teman-temannya ataupun keluarga nya.
  3. Situasi Penggunaan: pada waktu orang ingin menjamu tamu yang penting bagi dia, dia tidak akan memakai alat-alat makan yang biasa dia pakai, tetapi akan membutuhkan peralatan makan yang lebih bagus.
  4. Situasi Penggantian Produk: keputusan untuk membuang bungkus produk sebelum dan sesudah konsumsi, dan keputusan untuk menyingkirkan produk yang sudah tidak dipakai lagi.
E. Sifat-sifat Pengaruh Situasional
Pengaruh situasional adalah faktor-faktor yang penting dalam waktu dan di tempat pengamatan yang tidak ada hubungannya dengan atribut pribadi ataupun stimulus, mempunyai efek yang sistematis dan bisa dilihat, terhadap perilaku seseorang. Jadi, situasi merupakan faktor-faktor di luar dan dipisahkan dari produk dan atau iklan tentang produk yang mempengaruhi konsumen. Konsumen tidak merespon stimulus pemasaran itu saja, tetapi bersama-sama dengan situasi.

Klasifikasi Situasional
  1. Lingkungan Fisik : termasuk dekorasi, suara, aroma, pencahayaan, cuaca dan susunan barang dagangan (produk) dan benda-benda lain yang mengelilingi obyek stimulus.
  2. Lingkungan Sosial : adalah individu-individu yang juga hadir atau berada di tempat yang sama pada waktu pembelian atau konsumsi. Walaupun tampaknya orang membeli dan berbelanja dengan maksud mendapatkan produk tertentu, Konsumen akan merasa nyama saat berbelanja di suatu tempat yang di datangi oleh konsumen-konsumen lain yang kelas nya sama.
  3. Lingkungan Waktu : waktu yang tersedia untuk berbelanja, sangat mempengaruhi keputusan konsumen untuk menentukan pilihannya. Contoh; Layanan antar cepat.
  4. Tujuan Konsumsi : Marketer membagi tujuan itu menjadi pembelian untuk digunakan atau dikonsumsi sendiri dan pembelian untuk diberikan kepada orang lain sebagai hadiah. Dalam pembelian untuk digunakan sendiri, konsumen lebih yakin tentang apa yang sudah diputuskannya. Maka pertimbangan dan proses pengambilan keputusan konsumen akan menjadi rumit dan memerlukan waktu yang agak lama.
  5. Suasana hati Konsumen dan atau Kondisi Sementara saat Pembelian: Suasana hati yang positif mendorong pembelian impulsive. Harus di perhatikan Kondisi sementara konsumen, seperti lelah, gembira, marah, kecewa akan mempengaruhi keputusan yang akan di pilih konsumen.
  6. Situasi Hari-hari tertentu (hari-hari besar): situasi ini adalah perilaku yang sering berhubungan yang mempunyai arti simbolik dan dilakukan untuk merespon peristiwa-peristiwa sosial. Contoh; Konsumen yang beragama Kristen akan banyak yang membeli peralatan natal pada saat akan merayakan hari natal
Contoh Kasus :
Berbelanja – Penlengah Waktu yang Digemari

Mengapa begitu banyak orang menghabiskan begitu banyak waktu untuk berbelanja? Menurut para pembelanja dan orang yang mengamati mereka, berbelanja dapat menjadi segalanya bagi semua orang. Berbelanja dapat mengilangkan rasa kesepian dan menghilangkan kebosanan; berbelanja dapat menjadi olahraga dan dapat dipenuhi dengan gairah perburuan; berbelanja dapat memberikan pelarian, memenuhi fantasi, meredakan depresi. Pengamatan lebih dekat atas beberapa dari kaegori ini adalah sebagai berikut :
1.      Meringankan Kesepian : Bagi banyak orang, “berbelanja tampaknya merupakan pengganti untuk hubungan,” ujar Jack Lesser, seorang profesor pemasaran di Miami University di Ohio.
2.      Menghilangkan kebosanan : Berbelanja disesuaikan untuk generasi video yang hidup berdasarkan warna terang dan distraksi visual. “Saya berbelanja waktu saya merasa bosan atau waktu saya merasa membutuhkan sesuatu yang baru,” ujar Brad Vroon, seorang mahasiswa berusia 19 tahun dari Emory University.
3.      Berbelanja sebagai olahraga : Di Finale at Five, surga diskon dari toserba Rich di pusat kota, para pembelanja yang memilih-milih dari tumpukan ikat pinggang dengan potongan harga 90 % dan kekacauan rak-rak tempat gaun malam setengan harga bertekad mengalahkan sistemnya.
4.      Melakukan perburuan : Beberapa orang percaya bahwa berbelanja merupakan manifestasi modern dari peranan yang lebih primitif. Seorang konsultan menjelaskan, “Pria, si pencari nafkah ayah yang besar, mungkin tidak mampu membawa pulang mastodon, tetapi ia pasti dapat membawa VCR atau komputer.”
5.      Berbelanja sebagai pelarian : Dalam kelompok-kelompok terfokus, “ Saya medengar wanita semakin banyak mengatakan, ‘Saya dapt pergi ke toko penjual dekorasi rumah dan ini merupakan terapi. Saya dapat mengalami keadaan tarns.’ “ ujar Bill Huckabee, presiden dari C. W. Ress dan Associates, sebuah perusahaan konsultasi eceran Columbus, Ohio.
6.      Memenuhi fantasi : Walaupun Brad Clevenger mengunjungi Perimeter Mall di Atlanta dua kali seimnggu, ia benar-benar membeli sesuatu hanya sekitas sekali sebulan.waktu selebihnya ia hanya berfantasi.s
7.      Meredakan depresi : “ Sekedar berpikir tentang [ergi berbelanja saja sudah membuat saya merasa lebih enak, ujar seorang Guru Nashville.

 Sumber :