Jumat, 24 Januari 2014

Iklan dan Dimensi Etisnya

Iklan dan Dimensi Etisnya
a.  Iklan Sebagai Pemberi Informasi
Pendapat pertama melihat iklan terutama sebagai pemberi informasi. Iklan merupakan media untuk menyampaikan informasi yang sebenarnya kepada masyarakat tentang produk yang akan atau sedang ditawarkan dalam pasar. Yang ditekankan di sini adalah  bahwa iklan berfungsi untuk membeberkan dan menggambarkan seluruh kenyataannya yang serinci mungkin tentang suatu produk. Sasaran iklan adalah agar konsumen dapat mengetahui dengan baik produk itu sehingga akhirnya memutuskan untuk membeli produk itu. Namun, apakah dalam kenyataannya pembeli membeli produk tersebut. Sasaran dekat yang lebih mendesak adalah agar konsumen tahu tentang produk itu, kegunaannya, kelebihannya, dan kemudahan-kemudahannya.
Dalam kaitan dengan itu, iklan sebagai pemberi informasi menyerahkan keputusan untuk membeli kepada konsumen itu sendiri. Maka iklan hanyalah media informasi yang netral untuk membantu pembeli memutuskan secara tepat dalam membeli produk tertentu demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun, ini tidak berarti iklan yang informatif tampil secara tidak menarik. Kendati hanya sebagai informasi iklan dapat tetap dapat tampil menarik tanpa keinginan untuk memanipulasi masyarakat.
Sehubungan dengan iklan sebagai pemberi informasi yang benar kepada konsumen, ada tiga pihak yang terlibat dan bertanggung jawab secara moral atas informasi yang disampaikan sebuah iklan. Pertama, produsen yang memeiliki produk tersebut. Kedua, biro iklan yang mengemas iklan dalam segala dimensi etisnya : etis, estetik, infomatif, dan sebagainya. Ketiga, bintang iklan.
b.       Iklan sebagai pembentuk pendapat umum
Berbeda dengan fungsi iklan sebagai pemberi informasi dalam wujudnya yang laik iklan dilihat sebagai suatu cara untuk mempengaruhi pendapat umum masyarakat tentang sebuah produk. Dalam hal ini fungsi iklan mirip dengan fungsi propaganda  politik yang berusaha mempengaruhi massa pemilih. Dengan kata lain fungsi iklan adalah untuk menarik massa konsumen untuk membeli produk itu. Caranya dengan menampilkan model iklan yang manupulatif, persuasif, dan tendensius dengan maksud untuk menggiring konsumen untuk membeli produk tersebut. Karena itu, model iklan ini juga disebut sebagai iklan manipulatif.
Secara etis, iklan manipulasi jelas dilarang karena iklan semacam itu benar-benar memanipulasi manusia, dan segala aspek kehidupannya, sebagai alat demi tujuan tertentu di luar diri manusia. Iklan persuasif sangat beragam sifatnya sehingga kadang-kadang sulit untuk dinilai etis tidaknya iklan semacam itu. Bahkan batas antara manipulasi terang-terangan dan persuasi kadang-kadang sulit ditentukan.
Untuk bisa membuat penilaian yang lebih memadai mengenai iklan persuasif, ada baiknya kita bedakan dua macam persuasi : persuasi rasional dan persuasi non-rasional. Persuasi rasional tetap mengahargai otonomi atau kebebasan individu dalam membeli sebuah produk, sedangkan persuasi non-rasional tidak menghiraukan otonomi atau kebebasan individu.
Suatu persuasi dianggap rasional sejauh daya persuasinya terletak pada isi argumen itu. Persuasi rasional bersifat impersonal.ia tidak di hiraukan siapa sasaran dari argumen itu.yang penting adalah isi argumen tepat.dalam kaitan dengan iklan,itu berati bahwa iklan yang mengandalkan persuasi rasional lebih menekankan isi iklan yang mau disampaikan .jadi,kebenaran iklan itulah yang ditonjolkan dan dengan demikian konsumen terdorong untuk membeli produk tersebut.maka,iklan semacam itumemang berisi informasi yang benar,hanya saja kebenaran informasi tersebut ditampilkan dalam wujud yang sedemikian menonjol dan kuat sehingga konsumen terdorong untuk membelinya.dengan kata lain,persuasinya didasarkan pada fakta yang bisa dipertanggung jawabkan.
Berbeda dengan persuasi rassional, non-rasional umumnya hanya memanfaatkan aspek (kelemahan) psikologis manusia untuk membuat konsumen bisa terpukau, tertarik, dan terdorong untuk membeli produk yang diiklankan itu. Daya persuasinya tidak pada argumen yang berifat rasional, melainkan pada cara penampilan. Maka, yang di pentingkan adalah kesan yang ditampilkan dengan memanfaatkan efek suara (desahan), mimik, lampu, gerakan tubuh, dan semacamnya. Juga logikaiklan tidak diperhatikan dengan baik.
Iklan yang menggunakan cara persuasi dianggap tidak etis kalau persuasi itu bersifat non-rasional. Pertama, karena iklan semacam itu tidak mengatakan mengenai apa yang sebenarnya, melainkan memanipulasi aspek psikologis manusia melalui penampilan iklan yang menggiurkan dan penuh bujuk rayu. Kedua, karena iklan semacam ini merongrong kebebasan memilih pada konsumen. Konsumen dipaksa dan didorong secara halus untuk mengikuti kemauan pengiklan , bukan atas dasar pertimbangan yang rasional dan terbukti kebenaranya.  
c.    Beberapa Persoalan Etis Periklanan 
Ada beberapa persoalan etis yang ditimbulkan oleh iklan,khususnya iklan yang manipulatif dan persuasif non-Rasional.
1.       Iklan merongrong otonomi dan kebebasan manusia. Iklan membuat manusia tidak lagi dihargai kebebasannya dalam menentukan pilihannya untuk memberi produk tertentu.
2.       Dalam kaitan dengan itu iklan manipulatif dan persuasive  non –rasional menciptakan kebutuhan manusia dengan dengan akibat manusia modern menjadi konsumtif.
3.       Yang juga menjadi persoalan etis yang serius adalah adalah bahwa iklan memanipulatif dan persuasive non-rasional malah membentuk dan menentukan identitas atau citra diri manusia modern.
4.       Bagi masyarakat dengan tingkat perbedaan ekonomi dan sosial yang sangat tinggi,iklan merongrong rasa keadilan sosial masyaraakat iklan yang menampilkan yang serba mewah sangat ironis dengan kenyataan sosial dimana banyak anggota masyarakat masih berjuang untuk sekedar hidup.
d.        Makna Etis Menipu dalam Iklan
Prinsip etika bisnis yang paling relevan disini adalah prinsip kejujuran, mengatakan hal yang benar dan tidak menipu. menurut kamus besar Bahasa Indonesia, kata tipu mengandung pengertian perbuatan ataau perkataan yang tidak jujur (Bohong, palsu, dan sebagainya) dengan meksud untuk menyesatkan, mengakali atau mencari untung. dengan kata lain menipu daalah menggunakan tipu muslihat, mengakali, memperdaya, atau juga perbuatan curang yang dijalankan dengan niat yang telah direncanakan.
Jadi, karena konsumen adalah pihak yang berhak mengetahui kebenaran sebuah produk, iklan yang membuat pernyataaan yang menyebabkan mereka salah menarik kesimpulan tentang produk itu tetapi dianggap menipu dan dikutuk secara moral kendati tidak pada maksud apapun untuk memperdaya dengan kata lain,berdasarkan prinsip kejujuran, iklan yang baik diterima secara moral adalah iklan yang memberi pernyataan atau informasi yang benar sebagaimana adanya.
e.       Kebebasan Konsumen
Secara lebih konkrit iklan menentukan pula hubungan penawaran dan permintan antara produsen dan pembeli, yang pada gilirannya ikut pula menentukan harga barang yang dijual dalam pasar.keinginan atau kebutuhan tidak lagi merupakan sesuatu yang mandiri, melainkaan tergantung sepenuhnya pada produksi dan iklan dengan demikian,dalam mekanisme semacam itu mustaahil konsumen bisa memutuskan atau memilih secara bebas apa yang menjadi kebutuhannya.merupakan kebutuhan yang diciptakan oleh produsen dan iklan. karena itu, walaupun dalam situasi tertentu baahwa ”Produksi menciptakan kebutuhan”, tidak dengan sendirinya produksi menentukan kebutuhan kita sebagai konsumen.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar